Hai teman – teman, kali ini aku mau nulis tentang makalah
fiqih ibadah dan muamalah. Sebenarnya ini tugas saya untuk mata kuliah fiqih
ibadah dan muamalah. Makalah ini membahas tentang Qunut subuh dan qunut witir.
Selama ini masalah qunut selalu dibahas dan diperdebatkan makanya saya tertarik
untuk membahas masalah ini dalam makalah saya. Selamat membaca..
MAKALAH FIQH IBADAH DAN
MUAMALAH
QUNUT SHALAT SUBUH & QUNUT WITIR
Dosen Pengampu Syakir Jamaluddin, S.Ag., M.Ag.
Disusun oleh :
Indah Kusumaningrum(20140720196)
PAI E
Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH YOGYAKARTA
Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan,
Bantul, Yogyakarta
BAB I
PENDAHULUAN
Di masyarakat
muslim, sepertinya banyak sekali yang mengenal istilah qunut dalam masalah
ibadah shalat. Masalah qunut dalam shalat subuh dan shalat witir merupakan salah
satu polemik yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat muslim di Indonesia.
Sebagian masyarakat menganggap doa qunut dalam shalat merupakan suatu kewajiban
karena mereka merasa tanpa qunut maka tidak afdhal ibadah shalatnya. Namun ada
sebagian masyarakat muslim berpendapat bahwa tidak disunnahkan melakukan qunut
dalam shalat. Bahkan haram hukumnya, karena Raulullah SAW tidak melaksanakan..Kedudukannya
dalam syariat Islam masih begitu rumit untuk ditempatkan secara pasti apakah
masuk ke dalam koridor ajaran Islam atau tidak. Sebab sudah terlalu sering
perihal qunut ini diulas, kemudian diperselisihkan hingga pada akhirya
berakibat pada terpecahnya kaum muslimin menjadi dua golongan besar yang
berseberangan paham. Terlebih sifat ashabiyah (fanatik) terhadap salah satu
pendapat juga seringkali muncul saat dihadapkan pada ulasan ini. Mengapa
demikian? Sebab teramati hampir semua umat muslim dimasa ini telah mengalami
krisis multidimensional. Selain mengalami kemerosotan akhlak, umat saat ini
telah nampak semakin surut semangatnya untuk terus belajar agama serta mengkaji
lebih dalam akan keagungan dan keluasan syariat Allah, belum lagi tidak fair dalam
menyikapi dalil-dalil yang ada.
Oleh
karena itu penulis pada kesempatan ini mencoba untuk menjabarkan beberapa hal
mengenai qunut subuh dan qunut witir. Dengan harapan, perbedaan pendapat ini
jangan menjadikan faktor penghalang bersatunya kaum muslimin. Perbedaan ini
justru kita tempatkan pada proporsi yang tepat, yakni sebagai rahmat bagi
seluruh alam serta menjadi nilai positif tersendiri bahwa ajaran Islam sangat
luas, fleksibel tapi konsisten, mengikat dan tegas namun tidak mempersulit.
Maka dari itu kaum muslimin seharusnya senantiasa membukadiri dengan terus
menggali cakrawala pemikiran yang tidak lepas dari dasar ilmu dan wawasan
keIslaman yang benar sehingga dapat memberikan sebuah solusi maupun toleransi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qunut
Secara
bahasa qunut berarti taat, berdiri lama, shalat, berdoa, tenang dan khusyu’.
Sedangkan secara istilah, qunut adalah berdiri lama dalam shalat unutk membaca
ayat atau berdoa dengan tenang dan khusyu’, baik sebelum ruku’ maupun setelah
ruku’. Namun pada perkembangan secara fiqh
selanjutnya, makna qunut mengalami penyempitan makna yakni hanya berdiri
sementara untuk berdoa sesudah ruku’ terakhir. Namun beberapa hadis yang juga
sahih, menjelaskan bahwa qunut yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan beberapa
sahabat bukan hanya berdiri setelah ruku’ tetapi juga sebelum ruku’.
B.
Sejarah
Qunut
Sejarah
qunut, bermula dari peristiwa pembunhan yang dilakukan oleh kabilah Ri’il,
Dzakwan, dan kabilah Ushayyah (semuanya berasal dari Bani Salim) terhadap 70
Al-Qurra’ dari kalangan Ahlus Shuffah yang saat itu dikirim oleh Rasulullah
SAW. Pengiriman ini atas dasar permintaan mereka sendiri kepada Nabi ketika
datang ke Madinah untuk menyatakan masuk islam. Pengiriman mereka pada awalnya
bermaksud agar kaum musyrikin dari kalangan bangsa Najd mau menerima ajaran
Islam.
Akan
tetapi misi mereka hanyalah tipu muslihat belaka untuk menghentikan dakwah
Nabi. Sebab di tengah perjalanan, mereka membantai 70 al-Quraa’ di tempat yang
bernama Bi’ru Ma’unah. Diantara 70 al-Quraa’ yang dibantai, hanya satu yang
selamat, yaitu Ka’ab bin Zaid al-Anshari. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun
keempat hijriyah. Mendengar cerita peristiwa tersebut, Rasulullah SAW sangat
bersedih hati dan beliau melakukan qunut untuk mengutuk dan mendoakan keburukan
atas para pembunuh itu.
C.
Dalil
tentang Qunut
Beberapa hadis
sahih dari Anas Ibn Malik pada Nas 60-66 dan 69-71 dan Abu Hurayrah menjelaskan
bahwa Rasulullah Saw qunut setelah ruku’ terakhir kemudian berdoa untuk
keselamatan sahabat-sahabatnya para penghafal Al qur’an yang telah dibunuh
secara dzalim oleh kaum musyrik Quraisy dari suku Mudhar, Ri’al, Dzakwan dan
‘Ushayya, dan memohon kepada Allah supaya melaknat mereka yang dzalim karena
telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, padahal antara mereka dan antara
Rasulullah SAW tlah ada perjanjian damai. Dan Rasulullah SAW melakukan qunut
hanya selama 1 bulan stelah itu Rasulullah menghentikannya.
Nas
60: Dari Muhammad [diriwayatkan bahwa] ia berkata: Anas pernah ditanya: Apakah
Nabi SAW pernah melakukan qunut pada shalat subuh? Ia menjawab: Ya. Lalu ia
ditanya lagi: Apakah beliau qunut sebelum rukuk? Anas menjawab sesudah ruku’
untuk waktu yang tidak lama [HR al-Bukhari (ini adalah lafalnya), Muslim, Abu
Dawud, Ahmad, ad-Darimi, Abu Ya’la, at-Tahawi, dan al-Baihaqi].
Rasulullah
saw melakukan qunut tidak hanya melakukan qunut pada shalat subuh saja, tetapi
ada sebagian yang menyebutkan pada setiap shalat wajib, ada juga sebagian yang
menyebutkan pada shalat subuh dan maghrib dan sebagian ada yang menambahkan
pada shalat witir dipertengahan akhir ramadhan, meski hadis terakhir ini dhaif.
Akan tetapi hadis sahih yang sebagiannya terungkap tidak lengkap tersebut telah
di klarifikasi oleh Anas bin Malik ketika Ashim al-Ahwal melakukan konfirmasi
dengan bertanya kepadanya tentang qunutnyq Rasulullah SAW, yang terjemahannya:
قَبْلَ الرُّكُوعِ أَوْبَعْدَهُ؟ قَالَ: قَبْلَهُ!
قَالَ: فَاِنَّ فُلاَنًاأَخْبَرَنِي عَنْكَ أَنَّكَ قُلْتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ.
فَقَالَ: كَذَ بَ إِنَّمَا قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بَعْدَ الرُّكُوعِ شَهْرًا... يَدْعو عَلَيْهِمْ
“Apakah sebelum ruku’
ataukah setelah ruku’?” Jawabnya: “Sebelumnya!” Kata ‘Ashim: “Sungguh si Fulan
telah mengabarkan kepadamu tentang Anda bahwa Anda Mengatakan setelah ruku’.
“Maka kata Anas: “Dia bohong (maksudnya: dia keliru), memang Rasulullah SAW
dulu qunut setelah ruku’ satu bulan...., untuk mendoakan mereka.” (Muttafaq
‘alayh).
Sementara
itu hadis yang bersumber dari Sa’id bin al-Musyyab dan Abu Salamah bin
Abdurrahman bahwa Abu Hurayrah ra menjelaskan bahwa Rasululullah meninggalkan
qunut saat Allah SAW menurunkan QS.Ali ‘Imran/3:128 yang atinya :”Tak ada
sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat,
atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang dzalim.”
Hadis tersebut menjelaskan dengan tegas bahwa Nabi SAW memang dulu melaksanakan
qunut selama 1 bulan, tapi setelah turun QS.Al ‘Imran/3:128, beliau tidak
tampak lagi mengerjakannya hingga beliau wafat. Sebagian riwayat Anas yang
menyebutkan lokasi pembunuhan 30 sahabat di Bi’r Ma’unah, menyebutkan hukum
qunut telah dihapus setelah turunnya ayat di atas.
Dalam
hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai dan turmudzi yang menganggapnya
sebagai hadits shahih dari Abu Malik al-Asy menjelaskan qunut dalam shalat
subuh itu tidak disyariatkan kecuali apabila terjadi bahaya. Dan kalau terjadi
bahaya itu, maka bukan hanya dalam shalat subuh saja disunatkan berqunut tapi
juga dalam semua shalat fardlu.
Doa qunut yang pernah
diucapkan ‘Umar, ‘Ali dan Ibn Ms’ud ra. Adalah:
اللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْتَعِينُك وَنَسْتَغْفِرُك وَنُثْنِي عَلَيْك الْخَيْرِ‚ وَلاَ
نَكْفُرُك وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَغْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّي
وَنَسْجُدُ وَإِلَيْك نَسْعَى وَنَحْفِدْ نَرْجُو رَحْمَتَكَ وَ نَخْشَى عَذَابَك
إِنَّ عَذَابَك ببِلكُفَّارِ مُلحِقٌ
“Ya Allah, sungguh kami minta tolong kepadaMu, mohon ampunanMu,
kami memujiMu dengan yang baik, dan kami tidak mengkufuriMu, kami lepas dan
tinggalkan orang yang mendurhakaiMu. Ya Allah hanya kepadaMu kami menyembah,
hanya kepadaMu kami berdoa dan kami sujud, dan kepadaMu kami berusaha dan bersegera
untuk mengharap rahmatMu. Kami takut akan azabMu karena sungguh azabMu pasti
menjumpai orang-orang kafir.”
Dari
hadist ini dan beberapa hadis yang lain sehingga sebagian ulama seperti
al-Baihaqi mengompromikannya bahwa yang dihapus hanyalah doa qunut yang berisi
laknat, sedangkan doa qunut minta pertolongan, ampunan dan petunjuk, selama
tidak berisi laknat terhadap siapapun, tetap dibolehkan.
Doa
qunut lain yang pernah dibaca Nabi SAW saat witir akhir ramadhan dan saat subuh
juga tanpa menyebutkan doa laknat kepada suatu kaum, yaitu:
اللَّهُمَّ اهْدِ نِي فِيمَنْ
هَدَيْتَ...تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَييْتَ
“Ya Allah bimbinglah hamba pada (jalan) orang yang telah Engkau
beri petunjuk.... (dst hinnga) Maha Suci Engkau lagi Maha Mulia.”
Hanya saja jika doa
ini dibaca stelah ruku’ terakhir dimana berdasarkan hadis yang disepakati
al-Bukhari dan Muslim telah Nabi tinggalkan, maka hukumnya inipun telah
dihapus.
Banyak
diantara fukaha yang berbeda pendapat mengenai qunut ini. Bagi fukaha yang
tidak menganut mahdzab qunut dalam shalat subuh mendasarkan pandangan mereka
bahwa tidak ada qunut dalam shalat subuh pada hadis Anas dan hadis Ibn ‘Abbas
(Nas 60-72) dan hadis al-Hasan riwayat Syu;bah (Nas 84) yang dikemukakan
terdahulu, Bahkan menurut Fukaha Hanafi, qunut subuh itu telah dinasakh oleh
Nabi sendiri. Sebaliknya para fukaha yang memandang Qunut subuh adalah suatu
yang disunahkan, seperti antara lain fukaha Syafii, juga mendasarkan diri
kepada hadis Anas (Nas 60).
Alasan
yang biasanya digunakan untuk menyatakan adanya qunut dalam shalat witir adalah
beberapa hadis Nabi SAW yang diriwayatkan mengenai masalah ini. Hadis tersebut
antara lain yaitu hadis-hadis pada Nas 82-89. Empat diantara hadis itu banyak
dijadikan alasan bagi adanya qunut witir adalah hadis pada Nas 82, 83, 85, 86,
dan 87.
Nas 82
adalah hadis yang bersumber dari Ubbay Ibn Ka’b menjelaskan bahwa Rasulullah
saw melakukan witir tiga rakaat dimana pada rakaat ketiga membaca surat Al
ikhlas, lalu beliau qunut sebelum ruku’. Akan tetapi hadis ubayy ini (Nas 82)
dinyatakan dhaif oleh banyak ahli hadis dan sejumlah ulama lain. Imam
Asy-Syrirazi menyatakan bahwa hadis inii tidak otentik (gair sabit) menurut
ahli hadis. Kedaifan hadis ini adalah karena di dalamnya ditambahkan pernyataan
“... lalu beliau qunut sebelum ruku’.” Tambahan tersebut adalah tambahan lemah
dan karena tidak dapat diterima. Yang benar mengenai hadis ini adalah riwayat
yang tidak menyebtkan tambahan tersebut. Selain hadis pada Nas 82, hadis pada
Nas 83, 86, 87, 88 dan 89 juga dikatakan sebagai hadis dhaif.
Dari
apa yang dikemukakan di atas bahwa qunut, baik qunut subuh maupun witir, tidak
dapat dibuktikan asal usulnya di dalam Sunnah Nabi SAW. Qunut witir, sepertti
halnya shalat tarawih 20 rakaat dan qunut subuh, berasal dari tradisi Sahabat.
D.
Pendapat
Para Imam Mahzhab
Pendapat
para Imam mahdzab tentang qunut. Bagi Imam Syafi’i membaca atau tidak membaca
doa qunut di luar shalat subuh merupakan hal yang diperbolehkan (mubah) sebab
Rasulullah SAW tidak membaca qunut diluar shalat subuh sebelum peristiwa
peperangan ahl bi’ri ma’unah. Beliau juga tidak melakukan doa qunut lagi
setelah peristiwa itu selain dalam shalat subuh. Hal ini menunjukkan bahwa
qunut merupakan doa yang diperbolehkan sebagaimana halnya doa-doa yang lain
dalam shalat. Dalam kasus qunut ini, tambah Syafi’i, tidak ada apa yang disebut
sebagai nasikh mansukh.
Sementara
itu, Imam Malik dengan menukil riwayat Nafi’ justru menjelaskan bahwa Abdullah
Ibn Umar tidak melakukan qunut pada shalat manapun. Imam Malik tidak mencamtukan
riwayat apapun berkenaan dengan qunut selain riwayat ini.
Imam
Hanafi memiliki pendapat senada dengan Imam Malik, Baginya, qunut tidak boleh
dilakukan dalam shalat subuh sebab ia hanya dibaca dalam shalat witir.
Sementara Imam Ahmad berpendapat, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa Nabi
SAW pernah melakukan qunut witir sebelum atau sesuadah ruku’.
Imam
Abu Daud mencamtukan beberapa informasi hadits berkenaan dengan qunut. Pertama,
Nabi mengerjakan qunut pada shalat subuh, dhuhur, ashar, maghrib dan isyak (3
jalur hadits) setelah membaca sami’allahu liman hamidah; didalamnya Nabi
mendoakan orang-orang mukmin dan melaknat orang-orang kafir. Kedua, Nabi
melakukan qunut selama sebulan kemudian tidak melakukannya lagi. Dengan paparan
ini, Abu Daud ingin menegaskan bahwa nabi memang pernah melakukan qunut dan
dilakukan setelah ruku’ selama sebulan dalam seluruh shalat wajib. Setelah itu
beliau meninggalkannya dan tidak melakukannya lagi.
Imam
Turmudzi mengemukakan beberapa informasi hadist berkenaan dengan dengan qunut.
Pertama, Nabi mengerjakan qunut pada shalat subuh dan maghrib. Kedua, qunut itu
hal yang mengada-ada (muhdats), Imam Turmudzi menambahkan bahwa bagi Imam Ahmad
dan Ishaq: “Tidak ada qunut dalam shalat subuh kecuali jika terjadi musibah besar
pada umat Islam. Jika terjadi musibah, maka hendaknya imam shalat memimpin doa
untuk pada tentara Islam’. Sufyan al-Tsauri, kata Turmudzi, kata Turmudzi,
berpendapat: ‘Bagus jika mau qunut dalam shalat subuh, tapi tidak qunut juga
bagus’, tetapi, tambah turmudzi, Sufyan al – Tasuri sebagaimana halnya ibn
al-Mubarak memilih untuk tidak qunut. Dengan beberapa data ini, maka Imam
Turmudzi ingin menegaskan pilihannya untuk tidak qunut dalam shalat subuh jika
tidak ada musibah besar menimpa umat islam.
BAB III
PENUTUP
Setelah banyak yang dipaparkan diatas maka dalam makalah
ini dapat disimpulkan:
·
Ajaran qunut yang dilakukan setelah ruku’
memang pernah dilakukan Rasulullah selama satu bulan untuk mendoakan para
sahabat Nabi yang dibunuh secara dzalim oleh kaum quraisy. Namun qunut setelah
rukuk ini apalagi yang berisi lakanat sudah dihapus hukumnya setelah turunnya
qs. Al ‘Imran: 128 sehingga Rasulullah dan para sahabat meningglkannya hingga
beliau wafat.
·
Qunut dalam arti berdiri lama dengan tenang
dan khusyu’ sebelum ruku’ tetap disyariatkan sebagaimana dalam hadis sahih yang
diriwayatkan oleh Muslim, al-Tirmidzi, al-Nasai, dll.
·
Qunut secara terus-menerus tanpa ada sebab
tertentu, meskipun dilaksanakan pada shalat subuh, maghrib, dan witir saja,
sama sekali tidak didasarkan pada dalil yang kuat. Namun qunut dengan sebab
tertentu misal karena ada musibah pendzaliman yang menimpa umat Islam, masih
bisa dipahami karena tetap didasarkan pada hadiss sahih.
·
Dari sekian banyak hadis tentang qunut setelah
ruku’, yang jelas tidak ada hadis Nabi SAW yang secara tegas memerintahkan
ataupun melarangnya, sehingga qunut itu tidak wajib hukumnya. Nabi SAW hanya
pernah melakukannya tapi tidak memerintahkannya lalu kemudian meninggalkannya tapi tidak melarangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Syamsul. 2013. Salat Tarawih Tinjauan Usul Fikih, Sejarah, dan Fikih.Yogyakarta: Suara Muhammadyah.
Jamaluddin, Syakir. 2008. Shalat Sesuai Tuntunan Nabi SAW, Yogyakarta: LPPI UMY.
Sabiq, Saiyid.1986.Fikih Sunah. Bandung: PT Al Ma’arif.
Sattar, A, (2014). Karakteristik hadits-hadits
ahkam dalam karya ashab al-Sunan.
0 komentar:
Posting Komentar