Selasa, 08 Maret 2016

Adakah Qunut dalam Shalat Subuh dan Witir?

Hai teman – teman, kali ini aku mau nulis tentang makalah fiqih ibadah dan muamalah. Sebenarnya ini tugas saya untuk mata kuliah fiqih ibadah dan muamalah. Makalah ini membahas tentang Qunut subuh dan qunut witir. Selama ini masalah qunut selalu dibahas dan diperdebatkan makanya saya tertarik untuk membahas masalah ini dalam makalah saya. Selamat membaca..

MAKALAH FIQH IBADAH DAN MUAMALAH
QUNUT SHALAT SUBUH & QUNUT WITIR
Dosen Pengampu Syakir Jamaluddin, S.Ag., M.Ag.


Disusun oleh :
Indah Kusumaningrum(20140720196) 



PAI E

Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH YOGYAKARTA
Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta


BAB I
PENDAHULUAN

Di masyarakat muslim, sepertinya banyak sekali yang mengenal istilah qunut dalam masalah ibadah shalat. Masalah qunut dalam shalat subuh dan shalat witir merupakan salah satu polemik yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat muslim di Indonesia. Sebagian masyarakat menganggap doa qunut dalam shalat merupakan suatu kewajiban karena mereka merasa tanpa qunut maka tidak afdhal ibadah shalatnya. Namun ada sebagian masyarakat muslim berpendapat bahwa tidak disunnahkan melakukan qunut dalam shalat. Bahkan haram hukumnya, karena Raulullah SAW tidak melaksanakan..Kedudukannya dalam syariat Islam masih begitu rumit untuk ditempatkan secara pasti apakah masuk ke dalam koridor ajaran Islam atau tidak. Sebab sudah terlalu sering perihal qunut ini diulas, kemudian diperselisihkan hingga pada akhirya berakibat pada terpecahnya kaum muslimin menjadi dua golongan besar yang berseberangan paham. Terlebih sifat ashabiyah (fanatik) terhadap salah satu pendapat juga seringkali muncul saat dihadapkan pada ulasan ini. Mengapa demikian? Sebab teramati hampir semua umat muslim dimasa ini telah mengalami krisis multidimensional. Selain mengalami kemerosotan akhlak, umat saat ini telah nampak semakin surut semangatnya untuk terus belajar agama serta mengkaji lebih dalam akan keagungan dan keluasan syariat Allah, belum lagi tidak fair dalam menyikapi dalil-dalil yang ada.
Oleh karena itu penulis pada kesempatan ini mencoba untuk menjabarkan beberapa hal mengenai qunut subuh dan qunut witir. Dengan harapan, perbedaan pendapat ini jangan menjadikan faktor penghalang bersatunya kaum muslimin. Perbedaan ini justru kita tempatkan pada proporsi yang tepat, yakni sebagai rahmat bagi seluruh alam serta menjadi nilai positif tersendiri bahwa ajaran Islam sangat luas, fleksibel tapi konsisten, mengikat dan tegas namun tidak mempersulit. Maka dari itu kaum muslimin seharusnya senantiasa membukadiri dengan terus menggali cakrawala pemikiran yang tidak lepas dari dasar ilmu dan wawasan keIslaman yang benar sehingga dapat memberikan sebuah solusi maupun toleransi.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Qunut
Secara bahasa qunut berarti taat, berdiri lama, shalat, berdoa, tenang dan khusyu’. Sedangkan secara istilah, qunut adalah berdiri lama dalam shalat unutk membaca ayat atau berdoa dengan tenang dan khusyu’, baik sebelum ruku’ maupun setelah ruku’. Namun pada perkembangan secara fiqh  selanjutnya, makna qunut mengalami penyempitan makna yakni hanya berdiri sementara untuk berdoa sesudah ruku’ terakhir. Namun beberapa hadis yang juga sahih, menjelaskan bahwa qunut yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan beberapa sahabat bukan hanya berdiri setelah ruku’ tetapi juga sebelum ruku’.
B.     Sejarah Qunut
Sejarah qunut, bermula dari peristiwa pembunhan yang dilakukan oleh kabilah Ri’il, Dzakwan, dan kabilah Ushayyah (semuanya berasal dari Bani Salim) terhadap 70 Al-Qurra’ dari kalangan Ahlus Shuffah yang saat itu dikirim oleh Rasulullah SAW. Pengiriman ini atas dasar permintaan mereka sendiri kepada Nabi ketika datang ke Madinah untuk menyatakan masuk islam. Pengiriman mereka pada awalnya bermaksud agar kaum musyrikin dari kalangan bangsa Najd mau menerima ajaran Islam.
Akan tetapi misi mereka hanyalah tipu muslihat belaka untuk menghentikan dakwah Nabi. Sebab di tengah perjalanan, mereka membantai 70 al-Quraa’ di tempat yang bernama Bi’ru Ma’unah. Diantara 70 al-Quraa’ yang dibantai, hanya satu yang selamat, yaitu Ka’ab bin Zaid al-Anshari. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun keempat hijriyah. Mendengar cerita peristiwa tersebut, Rasulullah SAW sangat bersedih hati dan beliau melakukan qunut untuk mengutuk dan mendoakan keburukan atas para pembunuh itu.
C.     Dalil tentang Qunut
Beberapa hadis sahih dari Anas Ibn Malik pada Nas 60-66 dan 69-71 dan Abu Hurayrah menjelaskan bahwa Rasulullah Saw qunut setelah ruku’ terakhir kemudian berdoa untuk keselamatan sahabat-sahabatnya para penghafal Al qur’an yang telah dibunuh secara dzalim oleh kaum musyrik Quraisy dari suku Mudhar, Ri’al, Dzakwan dan ‘Ushayya, dan memohon kepada Allah supaya melaknat mereka yang dzalim karena telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, padahal antara mereka dan antara Rasulullah SAW tlah ada perjanjian damai. Dan Rasulullah SAW melakukan qunut hanya selama 1 bulan stelah itu Rasulullah menghentikannya.
Nas 60: Dari Muhammad [diriwayatkan bahwa] ia berkata: Anas pernah ditanya: Apakah Nabi SAW pernah melakukan qunut pada shalat subuh? Ia menjawab: Ya. Lalu ia ditanya lagi: Apakah beliau qunut sebelum rukuk? Anas menjawab sesudah ruku’ untuk waktu yang tidak lama [HR al-Bukhari (ini adalah lafalnya), Muslim, Abu Dawud, Ahmad, ad-Darimi, Abu Ya’la, at-Tahawi, dan al-Baihaqi].
Rasulullah saw melakukan qunut tidak hanya melakukan qunut pada shalat subuh saja, tetapi ada sebagian yang menyebutkan pada setiap shalat wajib, ada juga sebagian yang menyebutkan pada shalat subuh dan maghrib dan sebagian ada yang menambahkan pada shalat witir dipertengahan akhir ramadhan, meski hadis terakhir ini dhaif. Akan tetapi hadis sahih yang sebagiannya terungkap tidak lengkap tersebut telah di klarifikasi oleh Anas bin Malik ketika Ashim al-Ahwal melakukan konfirmasi dengan bertanya kepadanya tentang qunutnyq Rasulullah SAW, yang terjemahannya:
قَبْلَ الرُّكُوعِ أَوْبَعْدَهُ؟ قَالَ: قَبْلَهُ! قَالَ: فَاِنَّ فُلاَنًاأَخْبَرَنِي عَنْكَ أَنَّكَ قُلْتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ. فَقَالَ: كَذَ بَ إِنَّمَا قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ الرُّكُوعِ شَهْرًا... يَدْعو عَلَيْهِمْ
“Apakah sebelum ruku’ ataukah setelah ruku’?” Jawabnya: “Sebelumnya!” Kata ‘Ashim: “Sungguh si Fulan telah mengabarkan kepadamu tentang Anda bahwa Anda Mengatakan setelah ruku’. “Maka kata Anas: “Dia bohong (maksudnya: dia keliru), memang Rasulullah SAW dulu qunut setelah ruku’ satu bulan...., untuk mendoakan mereka.” (Muttafaq ‘alayh).
Sementara itu hadis yang bersumber dari Sa’id bin al-Musyyab dan Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Abu Hurayrah ra menjelaskan bahwa Rasululullah meninggalkan qunut saat Allah SAW menurunkan QS.Ali ‘Imran/3:128 yang atinya :”Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang dzalim.” Hadis tersebut menjelaskan dengan tegas bahwa Nabi SAW memang dulu melaksanakan qunut selama 1 bulan, tapi setelah turun QS.Al ‘Imran/3:128, beliau tidak tampak lagi mengerjakannya hingga beliau wafat. Sebagian riwayat Anas yang menyebutkan lokasi pembunuhan 30 sahabat di Bi’r Ma’unah, menyebutkan hukum qunut telah dihapus setelah turunnya ayat di atas.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai dan turmudzi yang menganggapnya sebagai hadits shahih dari Abu Malik al-Asy menjelaskan qunut dalam shalat subuh itu tidak disyariatkan kecuali apabila terjadi bahaya. Dan kalau terjadi bahaya itu, maka bukan hanya dalam shalat subuh saja disunatkan berqunut tapi juga dalam semua shalat fardlu.
Doa qunut yang pernah diucapkan ‘Umar, ‘Ali dan Ibn Ms’ud ra. Adalah:
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِينُك وَنَسْتَغْفِرُك وَنُثْنِي عَلَيْك الْخَيْرِ‚ وَلاَ نَكْفُرُك وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَغْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ وَإِلَيْك نَسْعَى وَنَحْفِدْ نَرْجُو رَحْمَتَكَ وَ نَخْشَى عَذَابَك إِنَّ عَذَابَك ببِلكُفَّارِ مُلحِقٌ
“Ya Allah, sungguh kami minta tolong kepadaMu, mohon ampunanMu, kami memujiMu dengan yang baik, dan kami tidak mengkufuriMu, kami lepas dan tinggalkan orang yang mendurhakaiMu. Ya Allah hanya kepadaMu kami menyembah, hanya kepadaMu kami berdoa dan kami sujud, dan kepadaMu kami berusaha dan bersegera untuk mengharap rahmatMu. Kami takut akan azabMu karena sungguh azabMu pasti menjumpai orang-orang kafir.”
Dari hadist ini dan beberapa hadis yang lain sehingga sebagian ulama seperti al-Baihaqi mengompromikannya bahwa yang dihapus hanyalah doa qunut yang berisi laknat, sedangkan doa qunut minta pertolongan, ampunan dan petunjuk, selama tidak berisi laknat terhadap siapapun, tetap dibolehkan.
Doa qunut lain yang pernah dibaca Nabi SAW saat witir akhir ramadhan dan saat subuh juga tanpa menyebutkan doa laknat kepada suatu kaum, yaitu:
اللَّهُمَّ اهْدِ نِي فِيمَنْ هَدَيْتَ...تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَييْتَ
“Ya Allah bimbinglah hamba pada (jalan) orang yang telah Engkau beri petunjuk.... (dst hinnga) Maha Suci Engkau lagi Maha Mulia.”
Hanya saja jika doa ini dibaca stelah ruku’ terakhir dimana berdasarkan hadis yang disepakati al-Bukhari dan Muslim telah Nabi tinggalkan, maka hukumnya inipun telah dihapus.
Banyak diantara fukaha yang berbeda pendapat mengenai qunut ini. Bagi fukaha yang tidak menganut mahdzab qunut dalam shalat subuh mendasarkan pandangan mereka bahwa tidak ada qunut dalam shalat subuh pada hadis Anas dan hadis Ibn ‘Abbas (Nas 60-72) dan hadis al-Hasan riwayat Syu;bah (Nas 84) yang dikemukakan terdahulu, Bahkan menurut Fukaha Hanafi, qunut subuh itu telah dinasakh oleh Nabi sendiri. Sebaliknya para fukaha yang memandang Qunut subuh adalah suatu yang disunahkan, seperti antara lain fukaha Syafii, juga mendasarkan diri kepada hadis Anas (Nas 60).
Alasan yang biasanya digunakan untuk menyatakan adanya qunut dalam shalat witir adalah beberapa hadis Nabi SAW yang diriwayatkan mengenai masalah ini. Hadis tersebut antara lain yaitu hadis-hadis pada Nas 82-89. Empat diantara hadis itu banyak dijadikan alasan bagi adanya qunut witir adalah hadis pada Nas 82, 83, 85, 86, dan 87.
Nas 82 adalah hadis yang bersumber dari Ubbay Ibn Ka’b menjelaskan bahwa Rasulullah saw melakukan witir tiga rakaat dimana pada rakaat ketiga membaca surat Al ikhlas, lalu beliau qunut sebelum ruku’. Akan tetapi hadis ubayy ini (Nas 82) dinyatakan dhaif oleh banyak ahli hadis dan sejumlah ulama lain. Imam Asy-Syrirazi menyatakan bahwa hadis inii tidak otentik (gair sabit) menurut ahli hadis. Kedaifan hadis ini adalah karena di dalamnya ditambahkan pernyataan “... lalu beliau qunut sebelum ruku’.” Tambahan tersebut adalah tambahan lemah dan karena tidak dapat diterima. Yang benar mengenai hadis ini adalah riwayat yang tidak menyebtkan tambahan tersebut. Selain hadis pada Nas 82, hadis pada Nas 83, 86, 87, 88 dan 89 juga dikatakan sebagai hadis dhaif. 
Dari apa yang dikemukakan di atas bahwa qunut, baik qunut subuh maupun witir, tidak dapat dibuktikan asal usulnya di dalam Sunnah Nabi SAW. Qunut witir, sepertti halnya shalat tarawih 20 rakaat dan qunut subuh, berasal dari tradisi Sahabat.
D.    Pendapat Para Imam Mahzhab
                        Pendapat para Imam mahdzab tentang qunut. Bagi Imam Syafi’i membaca atau tidak membaca doa qunut di luar shalat subuh merupakan hal yang diperbolehkan (mubah) sebab Rasulullah SAW tidak membaca qunut diluar shalat subuh sebelum peristiwa peperangan ahl bi’ri ma’unah. Beliau juga tidak melakukan doa qunut lagi setelah peristiwa itu selain dalam shalat subuh. Hal ini menunjukkan bahwa qunut merupakan doa yang diperbolehkan sebagaimana halnya doa-doa yang lain dalam shalat. Dalam kasus qunut ini, tambah Syafi’i, tidak ada apa yang disebut sebagai nasikh mansukh.
Sementara itu, Imam Malik dengan menukil riwayat Nafi’ justru menjelaskan bahwa Abdullah Ibn Umar tidak melakukan qunut pada shalat manapun. Imam Malik tidak mencamtukan riwayat apapun berkenaan dengan qunut selain riwayat ini.
Imam Hanafi memiliki pendapat senada dengan Imam Malik, Baginya, qunut tidak boleh dilakukan dalam shalat subuh sebab ia hanya dibaca dalam shalat witir. Sementara Imam Ahmad berpendapat, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa Nabi SAW pernah melakukan qunut witir sebelum atau sesuadah ruku’.
Imam Abu Daud mencamtukan beberapa informasi hadits berkenaan dengan qunut. Pertama, Nabi mengerjakan qunut pada shalat subuh, dhuhur, ashar, maghrib dan isyak (3 jalur hadits) setelah membaca sami’allahu liman hamidah; didalamnya Nabi mendoakan orang-orang mukmin dan melaknat orang-orang kafir. Kedua, Nabi melakukan qunut selama sebulan kemudian tidak melakukannya lagi. Dengan paparan ini, Abu Daud ingin menegaskan bahwa nabi memang pernah melakukan qunut dan dilakukan setelah ruku’ selama sebulan dalam seluruh shalat wajib. Setelah itu beliau meninggalkannya dan tidak melakukannya lagi.
Imam Turmudzi mengemukakan beberapa informasi hadist berkenaan dengan dengan qunut. Pertama, Nabi mengerjakan qunut pada shalat subuh dan maghrib. Kedua, qunut itu hal yang mengada-ada (muhdats), Imam Turmudzi menambahkan bahwa bagi Imam Ahmad dan Ishaq: “Tidak ada qunut dalam shalat subuh kecuali jika terjadi musibah besar pada umat Islam. Jika terjadi musibah, maka hendaknya imam shalat memimpin doa untuk pada tentara Islam’. Sufyan al-Tsauri, kata Turmudzi, kata Turmudzi, berpendapat: ‘Bagus jika mau qunut dalam shalat subuh, tapi tidak qunut juga bagus’, tetapi, tambah turmudzi, Sufyan al – Tasuri sebagaimana halnya ibn al-Mubarak memilih untuk tidak qunut. Dengan beberapa data ini, maka Imam Turmudzi ingin menegaskan pilihannya untuk tidak qunut dalam shalat subuh jika tidak ada musibah besar menimpa umat islam.




BAB III
PENUTUP

Setelah banyak yang dipaparkan diatas maka dalam makalah ini dapat disimpulkan:
·         Ajaran qunut yang dilakukan setelah ruku’ memang pernah dilakukan Rasulullah selama satu bulan untuk mendoakan para sahabat Nabi yang dibunuh secara dzalim oleh kaum quraisy. Namun qunut setelah rukuk ini apalagi yang berisi lakanat sudah dihapus hukumnya setelah turunnya qs. Al ‘Imran: 128 sehingga Rasulullah dan para sahabat meningglkannya hingga beliau wafat.
·         Qunut dalam arti berdiri lama dengan tenang dan khusyu’ sebelum ruku’ tetap disyariatkan sebagaimana dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh Muslim, al-Tirmidzi, al-Nasai, dll.
·         Qunut secara terus-menerus tanpa ada sebab tertentu, meskipun dilaksanakan pada shalat subuh, maghrib, dan witir saja, sama sekali tidak didasarkan pada dalil yang kuat. Namun qunut dengan sebab tertentu misal karena ada musibah pendzaliman yang menimpa umat Islam, masih bisa dipahami karena tetap didasarkan pada hadiss sahih.
·         Dari sekian banyak hadis tentang qunut setelah ruku’, yang jelas tidak ada hadis Nabi SAW yang secara tegas memerintahkan ataupun melarangnya, sehingga qunut itu tidak wajib hukumnya. Nabi SAW hanya pernah melakukannya tapi tidak memerintahkannya lalu kemudian  meninggalkannya tapi tidak melarangnya.







DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Syamsul. 2013. Salat Tarawih Tinjauan Usul Fikih, Sejarah, dan Fikih.Yogyakarta: Suara Muhammadyah.
Jamaluddin, Syakir. 2008. Shalat Sesuai Tuntunan Nabi SAW, Yogyakarta: LPPI UMY.
Sabiq, Saiyid.1986.Fikih Sunah. Bandung: PT Al Ma’arif.
Sattar, A, (2014). Karakteristik hadits-hadits ahkam dalam karya ashab al-Sunan.

0 komentar:

Posting Komentar